JAKARTA – Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Said Muhtar mengatakan bahwa revisi Undang-undang KPK yang sudah disahkan sangat melemahkan posisi KPK.
“Revisi UU KPK sangat jelas merupakan upaya untuk mempersempit ruang gerak KPK dalam melakukan kewenangan, yakni penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Ini jelas memberikan hambatan kepada KPK untuk menjalankan tugasnya,” ujarnya di Kampus UNUSIA, Menteng Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019).
Said yang juga merupakan dosen hukum di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia itu juga mengatakan bahwa KPK bukan lagi sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, melainkan Komisi Pencegahan Korupsi, karena hanya fungsi pencegahan yang tidak diutak-utik.
Poin-poin yang melemahkan KPK itu salah satunya pembentukan Dewan Pengawas KPK. Menurut Said, persoalan Dewan Pengawas ini akan membentuk dualisme kepemimpinan dalam tubuh KPK. Karena pimpinan KPK harus “tunduk” terhadap Dewan Pengawas.
“Apabila model seperti itu diterapkan, maka akan membuat pemberantasan korupsi tidak efektif, karena ketidakjelasan organisasi KPK itu sendiri. Dualisme kepemimpinan di suatu lembaga negara tidak diperbolehkan. Bisa kita contohkan, Polri ada Kompolmas, namun tugasnya tidak samapi masuk ke dalam. Hanya dalam wilayah etik. Tetapi Dewan Pengawas KPK, tugas dan fungsinya sampai dengan wilayah administratif, di mana tugas KPK tersebut adalah milik pimpinan KPK,” ujarnya.
Sementara itu dia menanggapi juga soal seleksi calon pimpinan KPK. Menurut Said, secara unsur memang memenuhi persyaratan. Namun ada beberapa calon pimpinan yang ditolak oleh koalisi anti-korupsi karena pernah melanggar etik.
Meski KPK diperlemah dari berbagai lini, dia masih menaruh harapan. “Selalu ada harapan meskipun KPK diperlemah seperti ini. Ini adalah cerminan saat Pemilu, 10 menit bisa merusak negeri ini, apabila tidak pandai memilih wakil rakyat.” (RMK-Danang Cahya Firmansah)
Gambar: bbc.co.uk
Sumber: kalamkopi.wordpress.com